Tinjauan Pustaka Ruang Terbuka
Ruang terbuka publik dalam pengertian perancangan kota merupakan ruang luar yang dipergunakan sebagai sarana penduduk kota dalam beraktivitas. Ditinjau dari elemen-elemen pembentuknya terdiri dari seluruh lansekap yang ada, seperti yang didefinisikan oleh Hamid Shirvani (1985) yaitu seluruh lansekap (all landscape), jalan, trotoir dan semacamnya (hardscape), taman-taman umum dan ruang rekreasi di area perkotaan. Dikatakan bahwa elemen-elemen dari ruang terbuka adalah termasuk taman-taman (parks) dan lingkungan umum (squares), ruang hijau kota seperti pepohonan, bangku-bangku, tumbuh-tumbuhan, air, penerangan, paving, kios-kios, pancuran minum, patung, jam dan sebagainya yang ada didalamnya termasuk juga jalur pejalan kaki, tanda- tanda dan fasilitas-fasilitasnya.
Beberapa jenis ruang terbuka tidak dipergunakan untuk kegiatan penduduk kota, jenis ruang terbuka tersebut bersifat pasif artinya bahwa elemen-elemen yang ada dalam ruang membatasi manusia untuk melakukan aktifitas di ruang tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Rustam Hakim (1987) bahwa berdasarkan kegiatannya ruang terbuka terbagi menjadi dua yaitu :
- Ruang terbuka Aktif yaitu ruang terbuka yang mengundang unsur-unsur kegiatan didalamnya.
- Ruang terbuka Pasif yaitu ruang terbuka yang didalamnya tidak mengundang kegiatan manusia.
Sedangkan menurut fungsinya ruang terbuka berfungsi sebagai tempat bermain, berolah raga, tempat bersantai, tempat komunikasi sosial, tempat peralihan, tempat menunggu, sebagai tempat untuk mendapatkan udara segar dengan lingkungan, sebagai sarana penghubung antara suatu tempat dengan tempat yang lain, sebagai pembatas atau jarak diantara massa bangunan. Fungsi ekologisnya adalah sebagai penyegaran udara, penyerapan air hujan, pengendalian banjir, pemeliharaan ekosistem tertentu dan sebagai pelembut arsitektur bangunan (Rustam Hakim, 1987).
Lebih lanjut ruang terbuka publik lebih ditekankan berupa bentuk lorong linier seperti yang diungkapkan oleh Roger Trancik (1986) dalam bukunya berjudul “Finding Lost Space” dikatakan bahwa ruang terbuka adalah bentuk menerus jalan dan elemen dinding bangunan di sepanjang jalan. Ruang terbuka tersebut berbentuk lorong (corridor). Fungsi lorong ini biasanya sebagai jalur sirkulasi yang menghubungkan dua fungsi atau lebih.
Koridor merupakan suatu ruang memanjang yang linier yang membentuk lorong dan dibatasi oleh dinding dikedua sisinya. Koridor bersifat alami apabila pembatasnya berupa material alami, seperti sungai dll, sedangkan lainnya dibentuk oleh karya manusia seperti jalan dan jalur transportasi kota. Menurut Lukman (1996) suatu koridor di perkotaan biasanya pada sisi kiri kanannya telah berdiri bangunan-bangunan yang berderet memanjang disepanjang ruas jalan tersebut. Keberadaan bangunan-bangunan ini sangat menentukan karakteristik koridor, yang meliputi faktor-faktor arsitektural antara lain :
- Facade atau wajah arsitektural bangunan yang tampak di depan
- Figure ground atau hubungan penggunaan lahan untuk ruang terbuka dan masa bangunan
- Pedestrian ways atau jalur pejalan kaki
Dalam Rapoport (1986) bahwa jalan tersebut pada waktu tertentu dipergunakan untuk aktivitas lain, termasuk didalamnya dipergunakan sebagai jalur pejalan kaki. Jalur pejalan kaki dapat berbentuk trotoar yaitu bagian dari jalan berupa jalur terpisah yang khusus untuk pejalan kaki biasanya terletak disamping jalan yang kegunaannya memisahkan pejalan kaki dengan transportasi kendaraan bermotor.
Dari definisi tersebut dapat ditarik suatu pemahaman bahwa Ruang terbuka publik adalah seluruh lansekap (all landscape), jalan, trotoir dan semacamnya (hardscape), taman-taman umum dan ruang rekreasi di area perkotaan dapat berbentuk koridor/jalan menerus dengan elemen dinding bangunan di sepanjang jalan. Ruang yang dimiliki ruang terbuka koridor adalah sebatas bangunan-bangunan pembatas ruang. Yang berfungsi sebagai jalur sirkulasi yang menghubungkan dua fungsi atau lebih yang bersifat umum dan menarik kegiatan.